KEBANGKITAN dalam bahasa Arab dinyatakan dengan
kata an Nahdlah yang berasal dari kata nahadlo – yanhadlu –nahdlon –
nahdlotan yang berarti berdiri atau bangkit. Jadi kata nahadlo – secara
bahasa – tidak berbeda dengan kata qooma yang juga bermakna berdiri.
Tetapi secara istilah, kata kebangkitan (an Nahdloh) memiliki makna
kemajuan, yaitu sebuah pergerakan yang berawal dari suatu kondisi menuju
kondisi yang lebih baik. Kebangkitan yang paling mendasar adalah
perubahan cara berfikir. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dalam buku beliau
Nidzam ul-Islam (Peraturan Hidup dalam Islam) menyatakan bahwa
kebangkitan manusia – tidak bisa tidak – diawali oleh cara pandang
manusia kepada alam sekitarnya (manusia, kehidupan dan alam semesta)
dikaitkan dengan apa yang ada sebelum kehidupan ini dan apa yang ada
sesudahnya. Syaikh Sayyid Qutub menggambarkan bahwa kebangkitan yang
sesuangguhnya adalah kebangkitan yang mencetak generasi seperti generasi
sahabat ra. Perilaku seseorang akan selalu didasarkan pada pemikiran dan
pemahamannya. Semakin meningkat taraf pemikiran seseorang, akan semakin
tinggi pulalah nilai perilaku seseorang tersebut, ia pun tidak akan
hanya mengekor saja tanpa mengetahui sesuatu yang akan dilakukannya.
Maka, hakikat kebangkitan adalah meningkatnya taraf berfikir yang
dilandasi aqidah, dimana satu-satunya aqidah yang benar adalah aqidah
Islamiyyah.
Individu merupakan salah satu bagian dari masyarakat (umat).
Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan inividu yang berinteraksi secara
kontinyu dan diatur oleh satu sistem aturan tertentu, dimana interaksi
yang terus-menerus itu hanya akan terjadi bilamana para individu
tersebut memiliki perasaan dan pemikiran yang sama tentang
perkara-perkara yang dihadapi oleh mereka dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat. Syaikh Hafizh Shalih dalam bukunya An-Nahdlah
memperkuat pernyataan di atas. Ia menandaskan bahwa tolok ukur rusak
tidaknya, maju atau mundurnya, bangkit dan merosotnya, dinamis atau
mandegnya, serta bersatu atau bercerai-berainya suatu masyarakat adalah
tergantung pada kesesuaian antara sistem aturan dengan pemikiran dan
perasaan umat (‘urf ‘am), keterikatan umat terhadapnya, keyakinan umat
terhadap kebenaran pemikiran dan sistem yang mengaturnya, serta
tergantung kepada kesadaran umat melaksanakan ‘urf ‘am dan sistem
itu.
Kebangkitan umat haruslah kebangkitan yang ideologis (an-nahdlah
al-mabda’iyyah), sebab hanya “ideologi” (mabda’) sajalah yang merupakan
aqidah aqliyah yang memancarkan sistem peraturan kehidupan, yang dapat
memecahkan segala macam problemtika kehidupan yang muncul dalam
masyarakat. Bagaimanakah jalan menuju kebangkitan yang benar ? menurut
Syaikh Hafizh Shalih dalam bukunya An-Nahdlah, jalan menuju kebangkitan
yang benar adalah : Pilih kebangkitan yang benar. Pahami kebangkitan
yang benar secara total dan sampaikan kepada umat. Kebangkitan yang
benar adalah kebangkitan yang berdasarkan Islam sebagai Mabda’. Pahami
Islam secara kaffah, kemudian sampaikan kepada umat dalam bentuk
pembinaan dan pengkaderan. Umat dibina dengan aqidah Islam dan ide-ide
yang terlahir dari aqidah tersebut, sehingga mereka meyakini betul dan
menghubungkannya dengan fakta yang dihadapinya. Bila terjadi
pertentangan antara ide dan fakta yang terjadi, niscaya akan timbul
tuntutan untuk mengubah fakta sehingga sesuai dengan ide yang
diyakininya. Atau akan terjadi benturan pemikiran. Oleh karena itu,
pemahaman akan fakta dan pemecahan Islam terhadap fakta tersebut harus
senantiasa dilakukan, sehingga masyarakat mampu menilai mana yang benar
dan mana yang salah menurut Islam. Muncul kesadaran akan memunculkan
tuntutan, jika umat sudah bangkit, maka mereka akan menuntut agar setiap
aktivitas mereka diatur dengan mabda’ yang diyakininya. Dan ini akan
membawa kepada kekuasaan. Namun kekuasaan bukanlah tujuan kebangkitan,
tetapi ia hanyalah sebuah jalan untuk mewujudkan kebangkitan Islam,
yaitu diterapkannya aturan-aturan Islam dalam kehidupan.
Sebenarnya jalan
untuk menjadikan umat untuk bangkit hanyalah satu, yaitu dengan cara
meningkatkan taraf berfikirnya, bukan dalam hal peningkatan taraf
ekonomi, bukan kemajuan iptek, atau pula akhlak mulia. Akan tetapi
satu-satunya jalan menuju kebangkitan umat hanyalah dengan meningkatkan
taraf berfikir tadi. Kondisi saat ini mengharuskan kita bangkit kembali
dan merebut kembali gelar yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad
yaitu Khairru Ummah. Dan, meningkatakan taraf berfikir kita –selaku
bagian dari umat islam- merupakan wasilahnya. Kalian adalah umat terbaik
yang dilahirkan ke tengah-tengah manusia agar kalian memerintahkan
kebajikan dan mencegah kemunkaran sementara kalian beriman kepada
Allah.” (Firman Allah Surat Ali Imran ayat 110).
Oleh : M. Tamrin
0 komentar:
Posting Komentar