Ada beberapa faktor penyebab musuh-musuh islam berhasil untuk meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah:
- Masuknya paham nasionalisme
Prancis, inggris dan amerika melakukan tipu muslihat dengan menabur
benih kehancuran dengan menanam paham nasionalisme pada abad 18-19,
paham nasionalisme disebarkan hingga kaum Muslim mengelompokkan diri
sebagai arab, turki atau mesir, daripada menganggap mereka satu Muslim,
salah satu kota besar tempat penyebaran nasionalisme ini adalah di
beirut, American University of Beirut misalnya yang dibentuk pada 1866.
Bermula dari munculnya berbagai propaganda ke arah nasionalisme yang
dipelopori oleh Partai Persatuan dan Pengembangan, mereka memulai
gerakannya dengan men-Turki-kan Daulah Utsmaniah di Turki. Untuk
menopang dakwahnya ini, mereka menjadikan serigala (sesembahan bangsa
Turki sebelum datangnya Islam) sebagai syiar dari gerakannya tersebut.
(Muhammad Muhammad Husain, Ittijâhât Wathaniyah, II.85). Partai
yang dipimpin oleh Ahmad Ridha dan berpusat di Paris ini juga berusaha
menyebarkan rasa permusuhan terhadap bangsa Arab, di antaranya dengan
adanya usaha untuk mencopot Kementerian Wakaf, Kementerian Dalam Negeri,
dan Kementerian Luar Negeri, yang waktu itu dipegang oleh orang-orang
Arab, untuk diganti dengan orang Turki. Mereka juga berusaha membatasi
keistimewaan yang diberikan Utsmaniah hanya kepada bangsa Turki saja.
(Muwafiq Bani Marjah, Sulthan Abdul Hamid dan Khilafah Utsmaniah,
hlm. 174). Gerakan itu membuat bangsa Arab berang. Akibatnya, dalam
waktu singkat bermunculan gerakan “fanatisme Arab” dan dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah pemerintahan Utsmaniah, seperti di Mesir,
Syam, Irak, dan Hijaz.
Bersamaan dengan itu, benih-benih nasionalisme mulai tumbuh di dunia
Islam, fatatul turki (pemuda turki), fatatul arab (pemuda arab)
buktinya, kaum pemuda berlandaskan nasionalisme ini mulai menyerukan
disintegrasi Islam berdasar etnis, semisal gerakan ittihad wa taraqiy
turki dan gerakan-gerakan ini dapat sambutan dan sokongan hangat dari
loji-loji freemasin di yunani, dan membiayai kelompok tersebut, masya
Allah, begitulah kaum Muslim dikerat dengan pisau nasionalisme, ukhuwah
dinomor duakan.
Bermula dari pelataran bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan
membesar ke berbagai negara. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan
Khilafah Utsmaniah yang dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi,
fanatisme ini dikendalikan oleh orang-orang Nasrani Libanon, yang telah
terbina dalam pendidikan Barat. Di antara para tokohnya adalah Faris
Namir dan Ibrahim Yasji. Gerakan fanatisme Arab ini didorong lebih jauh
lagi oleh Negib Azoury, seorang Kristen pegawai pemerintahan Utsmani di
Palestina. Ia berhasil menerbitkan buku Le Revell de la Nation Arabe. Di dalam bukunya tersebut, ia mengutarakan gagasannya untuk membuat suatu Arab empire
yang mempunyai batas-batas alami, yaitu: Lembah Eufrat dan Tigris,
Lautan India, Terusan Suez, dan Lautan Tengah. Gagasan ini jelas akan
mendorong lebih cepat terciptanya separatisme wilayah Arab dari
kekuasaan Turki Utsmani (Azyumardi Azra, Islam dan Negara: Eksperimen dalam Masa Modern).
- Keruntuhan Khilafah juga terkait dengan serangan fisik, peperangan dan imperialisme serta melalui perjanjian-perjanjian.
Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I; kesempatan bagi
bangsa-bangsa Arab untuk memisahkan diri dari Khilafah Utsmaniah. Mereka
ingin mendirikan “Khilafah Arabiyah” sebagai tandingannya. Kesempatan
ini tidak disia-siakan Inggris untuk menghancurkan kekuatan Islam.
Eropa mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki
mengakibatkan kekuatan Islam lemah, sebagaimana yang pernah diungkapkan
oleh Muhammad Abduh: Sesungguhnya bangsa Arab mampu mendepak orang-orang
Turki dari kursi Kekhalifahan. Akan tetapi, bangsa Turki tidak rela
begitu saja. Apalagi waktu itu bangsa Turki mempunyai kekuatan militer
yang kuat. Maka jika kedua kekuatan itu melemah, Eropalah yang menjadi
kuat. Mereka sudah lama menunggu antara pertarungan umat Islam tersebut,
kemudian berusaha untuk menguasai kedua bangsa tersebut atau salah
satunya yang terlemah. Padahal waktu itu bangsa Arab dan bangsa Turki
merupakan bangsa yang terkuat di dalam tubuh umat Islam. Oleh karenanya,
akibat dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas kekuatan Islam menjadi
lemah sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya. (Dr.
Muhammad Imarah, Al-Jam‘iyah al-Islâmiyyah wa al-Fikrah al-Qawmiyyah, Dar asyu-Syuruq, 1414-1994, hlm. 53, 54).
Mengetahui yang demikian, diutuslah “Lorence”, spionis Inggris didikan Yahudi, yang dikemudian hari dikenal dengan “Lorence Arab”.
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya Revolusi Arab
berhasil menghantam kekuatan Khilafah Utsmaniah di Turki, tentunya di
bawah bimbingan dan arahan Lorence Arab ini.
Tentara-tentara Arab berkumpul dan bersatu dengan kekuatan-kekuatan
asing. Jauh hari sebelum persekongkolan untuk menghancurkan Khilafah
Utsmaniah itu dilakukan, Inggris telah menjanjikan Syarif Husain,
pembesar Makkah waktu itu, bahwa jika Khalifah Utsmaniah jatuh maka
Syarif Husain akan menjadi khalifah pengganti.
Namun kenyataannya, setelah rencana itu berhasil dan perang telah
usai, Inggris mengingkari janji itu. Dua perwakilan yang diundang Syarif
Husain dalam acara penyerahan kekuasaan yang diadakan di Jeddah tak
hadir. Bahkan pada waktu itu Inggris membuka rahasia yang selama ini
disimpan, yakni ternyata tiga negara besar (Inggris, Prancis dan Rusia)
telah berkolusi untuk membagi wilayah Khilafah Utsmaniah di antara
mereka. Pada waktu itu juga, Musthafa Kemal telah berhasil merebut
tampuk kepemimpinan dari keluarga Utsmaniah. Tampaknya hal itu telah
direncanakan jauh sebelumnya, yaitu ketika ia memimpin gerakan Kamaliyun,
yang melakukan aktivitasnya di bawah tanah. Gerakan ini mendapat
dukungan penuh dari gerakan Masuniah Internasional. (Dr. Jamal Abdul
Hadi, Al-Mujtama‘ al-Islâmi al-Mu‘âshir, Al-Wafa’, I/59).
Dengan adanya berbagai perjanjian sehingga membuat wilayah Khilafah
Utsmani dengan mudah diobrak-abrik oleh musuh, seperti perjanjian
karlowitz 1699, passarowitz 1718, Belgrade 1739, Küçük Kaynarca 1774,
semuanya mengerat habis wilayah Khilafah Utsmani, russia mengerat
wilayah Khilafah di utara sampai perbatasan dengan laut hitam di masa
Catherine, sementara prancis menjajah mesir pada 1698, aljazair pada
1830, tunisia pada 1881, moroko pada 1912, inggris mengambil wilayah
india, cina barat, sudan, dan akhirnya merebut mesir dari prancis, kaum
Muslim seperti hidangan yg direbutkan dan barat mulai ekspansi militer
dengan 3G (gold-gospel-glory), lalu menjajah negeri muslim.
- Adanya Konspirasi
Pada tahun 1901 pendiri gerakan Zionis, Theodor Hertzel, mengunjungi
Istambul dan berupaya menemui Khalifah tetapi hanya diterima Ketua Dewan
Menteri. Theodor Hertzel menawarkan bantuan kepada Khilafah Islamiyah
seperti berikut:
- Membayarkan lunas hutang Khilafah Islamiyah
- Membangun Angkatan Laut Khilafah Islamiyah
- 3.35 juta Lira Emas tanpa bunga untuk kesejahteraan Khilafah Islamiyah
Tawaran ini sebagai harga dari:
- Mengizinkan orang Yahudi berkunjung ke Palestina sembarang waktu mereka inginkan, dan bermukim selama mereka inginkan “berziarah ke tempat-tempat suci”.
- Mengizinkan orang Yahudi membangun pemukiman dan mereka menginginkan lokasi dekat dengan Yerusalem.
Khalifah yang menolak menerima Hertzel tersebut menyuruh Ketua Dewan
Menteri untuk menyampaikan titah Khalifah: “Suruh Dr. Hertzel untuk
tidak mengambil selangkah dari proyeknya itu. Saya tidak dapat
memberikan sejemputpun tanah dari Tempat Suci itu, karena itu bukan
milik saya pribadi, itu adalah milik ummat Islam seluruh dunia. Orang
Yahudi silakan menggenggam uangnya berjuta-juta. Selama saya masih
hidup, saya lebih suka menerima tebasan pedang ketimbang melihat tanah
Palestina dipotong dan dikeluarkan dari wilayah Khilafah Islamiyah. Ini
ada suatu yang tidak mungkin saya terima, saya tidak akan memotong tubuh
saya selama saya masih hidup.” Setelah itu gerakan Zionis itu
memalingkan upayanya ke Kerajaan Inggris untuk mewujudkan mimpi mereka
menjadi kenyataan.
Inggris dan Perancis sudah siap-siap untuk mengakhiri Khilafah
Islamiyah, namun kata “Jihad” masih cukup berpengaruh besar untuk
membuat Eropa “menggigil”. Eropa masih takut pada “Khilafah Islamiyah”.
Inggris memutuskan untuk memakai politik : bagi-bagi dan kuasai (devide
et empera – devide and conquer). Inggris memberi dukungan politik kepada
Turki Muda. Apabila Turki Muda menjadi kuat dalam dhaulah Khilafah
Islamiyah, Inggris tidak perlu melakukan apa-apa lagi, Turki Muda dengan
“nasionalisme” yang anti Khilafah akan menyelesaikannya.
Angkatan perang Khilafah Islamiyah pada waktu itu (maksudnya pada
zaman pemerintahan Khalifah Sultan Abd. Hamid) sesungguhnya tidak
demikian lemahnya seperti disangkakan orang sekarang. Satuan artilleri
Khilafah Islamiyah adalah yang terkuat di dunia waktu itu. Angkatan Laut
Khilafah Islamiyah terorganiser dengan baik, dan tergolong nomor tiga
dari Angkatan Laut yang kuat di dunia sesudah Inggris dan Perancis.
Khalifah membangun industri, utamnya pabrik senjata, pertenunan dan
gula. Sistem transport darat diperbaharui. Pelabuhan diperkembang dan
surat kabar diterbitkan.
Untuk beberapa saat kelihatannya Khilafah Islamiah mulai sembuh dan
berdiri dengan tegap. Namun konspirasi negeri-negeri barat dan Zionis
telah berketetapan untuk membinasakan Khilafah Islamiyah dengan harga
berapapun juga. Minoritas non-Muslim dan LSM-LSM dalam Khilafah
Islamiyah dimanfaatkan oleh konspirasi negeri-negeri barat untuk
menimbulkan kekacauan dan instabilitas dalam negeri. Konspirasi
negeri-negeri barat senantiasa mencampuri urusan dalam negeri Khilafah
Islamiyah dengan dalih “melindungi minoritas non-Muslim”. Konspirasi
negeri-negeri barat dan zionis juga memberikan dana dan mendorong upaya
intensif LSM-LSM menyebarkan publikasi-publikasi untuk maksud meracuni
aqidah ummat Islam, menyebarkan ide-ide yang merusak, menimbulkan
kesalah-fahaman di antara warga Muslim. Konspirasi negeri-negeri barat
dan zionis menghasut serta memberikan dana kepada orang-orang Armenia
untuk memberontak melawan Khilafah Islamiyah. Druz dihasut untuk berlaga
dengan Maronit di Libanon, di mana Inggris membantu Druz dan Perancis
membantu Maronit. Ini membuat sibuk Angkatan Perang Khilafah untuk
mengatasinya. Itulah “pertempuran” yang senantiasa berlangsung antara
konspirasi negeri-negeri barat dan zionis dengan Khilafah Islamiyah
dalam masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid.
Mustafa Kemal dari Gerakan Turki Muda kelihatannya seperti seorang
Muslim yang taat. Dia shalat bersama-sama ummat Islam di mesjid-mesjid.
Bahkan diapun juga membaca khuthbah Jum’at di beberapa mesjid. Dia
bersumpah akan berperang untuk menyelamatkan Khilafah. Dia memuji-muji
Allah, Islam dan Nabi Muhammad SAW sepanjang waktu. Dia menyebutkan
Al-Quran sebagai Kitab Suci yang sempurna. Dia berkata Al-Quran itu
adalah konstitusi. Dan dia juga mengatakan itu semuanya pada pembukaan
Majelis Agung Nasional di Ankara sewaktu Perang Kemerdekaan. Sehingga
ummat Islam mempercayainya. Dan dia mendapatkan kekuasaan penuh selama
Perang Kemerdekaan.
Setelah Turki memperoleh kemerdekaannya, Mustafa Kemal dipilih oleh
Majelis sebagai Presiden Turki. Gerakan Turki Muda memperoleh kekuasaan
dan Mustafa Kemal membatalkan Khilafah pada 3 Maret 1924. Maka
berakhirlah sudah kesatuan kepemimpinan bagi ummat Islam yang telah
berlangsung selama 1300 tahun. Negeri-negeri barat dan zionis berhasil
sepenuhnya menumbangkan Khilafah Islamiyah. Sejarah kemudian mencatat,
ternyata Mustafa Kemal menjalankan agenda Inggris: melakukan revolusi
untuk menghancurkan Khilafah Islamiyah. Mustafa Kemal berkonspirasi
dengan Inggris dengan perjanjian yaitu : “Perjanjian Luzon”, yaitu:
1. Turki harus menghapuskan Khilafah Islamiyah serta mengusir khalifahnya dan menyita semua harta kekayaannya.
2. Turki harus berjanji untuk menghalangi setiap gerakan yang membela kekhalifahan.
3. Turki harus memutuskan hubungannya dengan dunia Islam.
4. Turki harus menerapkan hukum sipil sebagai pengganti hukum Daulah Utsmaniyah yang bersumberkan Islam.
Persyaratan tersebut diterima oleh Musthafa Kamal dan perjanjian
ditandatangani pada tanggal 24 Juli 1923. Dan akhirnya, setelah melalui
perdebatan alot dan tekanan pada tanggal 3 Maret 1924, Majlis Raya
Nasional menghapus jabatan Khalifah, dan khalifah waktu itu, Sultan
Abdul Majid II diusir ke luar negeri.
Penghapusan khilafah ini kemudian diikuti dengan pemberangusan segala
unsur Islam dalam masyarakat. Dari mulai penutupan dan pengalihfungsian
masjid-masjid, pelarangan penggunaan bahasa Arab, tulisan Arab dan
pakaian Muslim, hingga penghapusan Mahkamah Syariah dan perubahan
penanggalan ke kalender Masehi. Dengan demikian berakhirlah Khilafah
Turki Utsmani yang telah dipertahankan selama sekitar 640 tahun.
Prestasi Musthafa Kamal Attaturk, agen Freemasonry dalam menghapuskan
Khilfah Turki Utmani tersebut sangat dibanggakan oleh Freemasonry,
hingga disebutkan dalam Ensiklopedi Freemasonry:
“Revolusi Turki (yang dimulai) pada tahun 1918 yang diprakarsai oleh saudara yang mulia Mustafa Kamal Attaturk sangat menguntungkan rakyat, melenyapkan kekuasaan Sultan, memberantas Khilafah, menghilangkan Mahkamah Syariat, menyingkirkan perananan agama Islam, dan menghapuskan kementerian Wakaf (Agama). Bukankah semua ini merupakan pembaruan yang dikehendaki Freemasonry dalam setiap bangsa yang sedang bangkit (Al-Kailani, 1992: 190).
“Revolusi Turki (yang dimulai) pada tahun 1918 yang diprakarsai oleh saudara yang mulia Mustafa Kamal Attaturk sangat menguntungkan rakyat, melenyapkan kekuasaan Sultan, memberantas Khilafah, menghilangkan Mahkamah Syariat, menyingkirkan perananan agama Islam, dan menghapuskan kementerian Wakaf (Agama). Bukankah semua ini merupakan pembaruan yang dikehendaki Freemasonry dalam setiap bangsa yang sedang bangkit (Al-Kailani, 1992: 190).
Kesimpulan
Umat Islam memang disebut Allah Swt. sebagai khayru ummah
(umat terbaik) yang diturunkan di tengah manusia. Namun, secara faktual
siapa pun tahu, umat Islam saat ini, di bidang politik, ekonomi,
pendidikan, sosial maupun budaya, bukanlah umat terbaik. Banyak faktor
penyebabnya, namun salah satunya yang paling menonjol adalah karena
perpecahan. Penyebab utamanya adalah nasionalisme. Maksudnya, 1,4 miliar
umat Islam saat ini hidup terpecah di 57 negara bangsa (nation-state) yang berdiri atas dasar paham nasionalisme.
Kondisi ini tentu saja membuat umat menjadi sangat lemah. Selain tidak mampu menjaga ’izz al-Islâm wa al-Muslimîn, mereka juga gagal membendung setiap pengaruh buruk yang datang dari luar, di antaranya:
- Makin kokohnya penjajahan dalam berbagai bentuknya, baik di lapangan ekonomi (melalui pemberian utang utang luar negeri dan sebagainya), di bidang politik (melalui paham sekularisme, demokrasi, HAM dan sebagainya), maupun di bidang budaya (melalui budaya Barat yang permisif) dan sebagainya.
- Terjadinya pertikaian antar negeri Muslim akibat perbedaan kepentingan dan politik devide et impera. Misalnya antara Iran–Irak, Indonesia-Malaysia, atau antara Irak dan Kuwait.
- Lemahnya kekuatan umat dalam menghadapi musuh. Nasionalisme membuat negeri-negeri Muslim sulit bersatu sehingga tidak mampu menghadapi musuh. Penyerbuan AS atas Irak dan Afganistan berlangsung begitu saja tanpa sedikitpun bisa dicegah oleh negeri-negari Muslim.
Ide-ide liberalism dan nasionalisme hanya akan menyengsarakan umat
manusia, sebaliknya hanya islam yang memberikan kebaikan bagi umat
manusia. Untuk mewujutkan kebaikan dan kemuliaan itu tidak ada jalan
lain kecuali dengan menerapkan syariah islam secara total dalam bingkai
al-Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah yang saat ini
harus kita perjuangkan dengan penuh kesungguhan sebagai bukti keimanan
kita dan bentuk tanggung jawab dan belas kasih kita kepada ummat
manusia.
Wallah a’alam bi ash-shawab.
Oleh : Abu Azkadina
Astagfirullah. semoga para mujahidin bisa bersatu untuk mewujudkan khilafah yang baru agar umat muslim bisa hidup damai. http://transparan.id
BalasHapussyukran atas tulisannya.. sangat membantu..
BalasHapus