Andai saja pemerintah mau berusaha, tak perlu rakyat yang terbebani.
Rapat paripurna DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang
APBN 2014 untuk disahkan menjadi undang-undang, akhir Oktober lalu.
Asumsi makro APBN 2014 yang telah disepakati antara lain pertumbuhan
ekonomi 6,0 persen, laju inflasi 5,5 persen, nilai tukar rupiah Rp
10.500 per dolar AS, dan tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negera (SPN)
3 bulan 5,5 persen.
Kemudian, harga ICP minyak 105 dolar AS per barel, lifting minyak 870 ribu barel per hari, serta lifting gas 1.240 ribu barel per hari setara minyak.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan seluruh asumsi makro untuk
APBN 2014, terutama pertumbuhan ekonomi enam persen, telah
mempertimbangkan kondisi perekonomian global yang diperkirakan masih
bergejolak tahun depan.
Dalam APBN 2014, pendapatan negara disepakati sebesar Rp 1.667,1
trilyun dan belanja negara senilai Rp 1.842,5 trilyun dengan defisit
anggaran tercatat sebesar Rp 175,4 trilyun atau 1,69 persen terhadap
PDB.
Sumber pembiayaan defisit anggaran tersebut berasal dari pembiayaan
utang sebesar Rp 185,1 trilyun serta pembiayaan non utang sebesar
negatif Rp 9,7 trilyun.
Dari pendapatan negara, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp
1.280,4 trilyun, dengan penerimaan pajak penghasilan ditetapkan senilai
Rp 586,3 trilyun, penerimaan PPN sebesar Rp 493 trilyun dan cukai Rp
116,2 trilyun.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditetapkan sebesar
Rp 385,3 trilyun yang diantaranya berasal dari penerimaan sumber daya
alam Rp 226 trilyun, pendapatan laba BUMN Rp 40 trilyun dan PNBP lainnya
Rp 94 trilyun.
Sedangkan dari belanja negara, pagu belanja pemerintah untuk tahun
anggaran 2014 disepakati sebesar Rp 1.249,9 trilyun (70 persen) dan
transfer ke daerah senilai Rp 592,5 trilyun (30 persen).
Belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja pegawai yang ditetapkan
sebesar Rp 263,9 trilyun, belanja barang senilai Rp 201,8 trilyun,
belanja modal Rp 205,8 trilyun serta pembayaran bunga utang Rp 121,2
trilyun.
Kemudian, belanja subsidi energi disepakati sebesar Rp 282,1 trilyun
yang terdiri atas subsidi BBM Rp 210,7 trilyun dan subsidi listrik Rp
71,4 trilyun dengan kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 48 juta
kiloliter.
Bebani Rakyat
Menariknya, pendapatan terbesar untuk pembelanjaan negara ini
didapatkan dari pajak yakni sebesar 84 persen. Jumlah ini meningkat
dibandingkan pendapatan pajak pada 2010 sebesar 78 persen.
Dapat diduga, pemerintah akan mencari jalan untuk ‘memeras’ rakyat
agar mau membayar pajak. Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany
mengatakan akan melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi sebagai
upaya untuk mengejar penerimaan pajak yang ditargetkan itu.
“Kita intinya pada kepatuhan. Kepatuhan kita lihat dari yang sudah
membayar pajak tapi belum sebagaimana mestinya, kita kejar lewat program
intensifikasi, dan yang belum membayar pajak sama sekali, itu kita
kejar lewat program ekstensifikasi,” ujarnya.
Pemerhati masalah sosial Sumatera Utara, Irwan Daulay seperti dikutip Waspada Online, mengatakan,
rakyatlah yang harus berjuang keras untuk memenuhi target APBN tersebut
adalah usaha keras rakyat yang ditagih dari kewajibannya membayar
pajak.
Di sisi lain alokasi belanja ternyata lebih banyak untuk kementerian
dan lembaga di pemerintah pusat. Sementara transfer ke daerah hanya 30
persen saja.
Yang menyedihkan adalah alokasi APBN untuk membayar bunga utang.
Jumlah yang harus dibayar sebesar Rp 121,2 trilyun. Padahal, bunga itu
haram. Uang sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan
rakyat.
Anehnya, pemerintah tak mau berusaha meningkatkan pendapatan dari
kekayaan alam yang ada. Pemerintah lebih senang utang. Pemerintah pusat
pada tahun 2014 berencana utang sebanyak Rp 345 trilyun. Senilai Rp 205
triliun ditarik melalui penerbitan surat berharga negara guna menutup
defisit fiskal tahun 2014. Sisanya sekitar Rp 140 trilyun adalah utang
untuk melunasi utang yang jatuh tempo. Inilah gali lubang tutup lubang.
Padahal, kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad,
seharusnya pemerintah bisa mendapatkan pendapatan dari royalti dan
pajak dari sektor pertambangan, minyak dan gas, batubara, dan nikel. Ia
memperkirakan, kerugian keuangan negara hingga Rp 7.200 trilyun setiap
tahun.
Jika ditotal, pajak dan royalti yang harus dibayarkan dari blok
migas, batubara, dan nikel, di setiap tahunnya, kata Samad, dapat
mencapai Rp 20.000 trilyun. Belum termasuk tambang emas dan tembaga,
karena kedua jenis tambang itu tak disebutnya. “Bila dibagi ke seluruh
rakyat, maka pendapatan rakyat Indonesia per bulan bisa mencapai Rp 20
juta,” ujarnya.
Inilah negara pemalak rakyat. (mediaumat.com, 12/11/2013)
sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2013/11/12/apbn-2014-peras-rakyat/
0 komentar:
Posting Komentar