تَكُونُ
النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ
النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا
فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ
اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ
تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Di
tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap
ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan
atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang
zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia
akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan
ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan
atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah
yang mengikuti manhaj kenabian.” Beliau kemudian diam. (HR Ahmad dan al-Bazar).
Sanad Hadis
Imam
Ahmad menerimanya dari Sulaiman bin Dawud ath-Thuyalisi dari Dawud bin
Ibrahim al-Wasithi dari Habib bin Salim dari an-Nu‘man bin Basyir. Ia
berkata:
Kami
sedang duduk di masjid bersama Rasulullah saw. Basyir adalah orang yang
hati-hati dalm berbicara. Lalu datang Abu Tsa‘labah al-Khusyani. Ia
berkata, “Wahai Basyir bin Saad, apakah engkau hapal hadis Rasulullah
saw. tentang para pemimpin?”
Hudzaifah berkata, “Aku hapal khutbah beliau.”
Lalu Abu Tsa‘labah duduk dan Hudzaifah berkata, “Rasululah saw. bersabda: (sesuai dengan matan hadis di atas).” 1
Al-Bazzar2 menerimanya
dari al-Walid bin Amru bin Sikin dari Ya‘qub bin Ishaq al-Hadhrami dari
Ibrahim bin Dawud dari Habib bin Salim dari an-Nu‘man bin Basyir. Ia
bercerita bahwa ia sedang di masjid bersama bapaknya, Basyir bin Saad.
Lalu datang Abu Tsa‘labah al-Khusyani. Kemudian terjadilah dialog
seperti di atas.
Al-Haytsami berkomentar,3"Imam Ahmad meriwayatkannya dalam Tarjamah an-Nu‘mân, juga al-Bazzar secara persis, ath-Thabrani secara sebagiannya di dalam al-Awsath, dan para perawinya tsiqah. Ibn Rajab al-Hanbali juga menukil riwayat Ahmad ini.4
Makna dan Faedah
Hadis ini memberitahukan lima periode perjalanan kaum Muslim sejak masa kenabian. Periode pertama adalah periode kenabian.
Periode kedua adalah periode Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Para ulama sepakat bahwa periode Khilafah Rasyidah adalah periode Khilafah yang berjalan di atas manhaj kenabian.
Menurut sebagian ulama, periode ini adalah periode Khulafar Rasyidin
sampai periode Khilafah al-Hasan bin Ali. Khilafah Umar bin Abdul Aziz
oleh sebagian ulama juga dikategorikan Khilafah Rasyidah sehingga beliau
juga dijuluki Khulafaur Rasyidin.
Periode ketiga adalah periode pemerintahan dan kekuasaan yang zalim. Lafal mulk bisa berarti kerajaan, bisa juga al-hukm wa as-sulthân (pemerintahan dan kekuasaan). Lafal mulk
dalam hadis ini kurang tepat jika dimaknai kerajaan sebagai sebuah
bentuk pemerintahan. Sebab, setelah Khulafaur Rasyidin, bentuk
pemerintahan kaum Muslim tidak berubah menjadi kerajaan, tetapi tetap
Khilafah. Kepala negara tetap seorang khalifah dan tidak pernah berubah
menjadi raja. Ini adalah fakta yang telah disepakati para ulama.
As-Suyuthi dalam Tarîkh al-Khulafâ’ berkata, “Aku hanya menyebutkan khalifah yang telah disepakati keabsahan imâmah-nya dan keabsahan akad baiatnya.”5
Secara
faktual, Khilafah terus berlanjut sampai diruntuhkan oleh penjajah
Barat tahun 1924 M. Namun, juga disepakati, selama rentang waktu
tersebut terjadi penyimpangan dan keburukan penerapan Islam di
sana-sini. Jadi, periode tersebut adalah periode pemerintahan dan
kekuasaan yang di dalamnya terjadi kazaliman, yaitu peyimpangan dan
keburukan penerapan sistem dalam beberapa hal.
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan dan kekuasaan jabbariyah (diktator).
Dalam riwayat Abu Tsa‘labah al-Khusyani dari Muadz bin Jabal dan Abu
Ubaidah, periode ini digambarkan sebagai periode pemerintahan dan
kekuasaan yang sewenang-wenang, durhaka, diktator, dan melampaui batas.6Gambaran
demikian adalah gambaran pemerintahan dan kekuasaan yang bukan Islam.
Periode pasca runtuhnya Khilafah saat ini tampaknya sesuai dengan
gambaran tersebut.
Periode terakhir adalah periode kembalinya Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ini merupakan basyârah
(berita gembira) akan tegaknya kembali Khilafah setelah keruntuhannya.
Makna yang sama juga diriwayatkan dalam banyak riwayat. Jika riwayat ini
digabung dengan riwayat lain yang semakna, yaitu riwayat akan masuknya
Islam di setiap rumah, hadis al-waraq al-mu’allaq, hadis Khilafah turun di bumi al-Quds, hadis mengenai Dâr al-Islâm kaum Mukmin berpusat di Syam, hadis ‘adl wa al-jur, hadis hijrah setelah hijrah, hadis al-ghuraba’, hadis al-mahdi, dan hadis akan ditaklukkannya Roma, maka makna tersebut bahkan bisa sampai pada tingkat mutawatir.7
Basyârah ini
selayaknya memacu semangat kita untuk terus berjuang demi tegaknya
Khilafah, karena kita ingin mendapat kemuliaan, yakni turut menjadi
aktor bagi terlaksananya janji Allah tersebut. Allâhummarzuqnâ dawlah Khilâfah Râsyidah.
Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.
Oleh yahya abdurrahman
Catatan Kaki
1 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, IV/273, Muassasah Qurthubah, Mesir. t.t.
2
Al-Bazar, Musnad al-Bazar 4-9, VII/223, ed. Mahfuzh ar-Rahman
Zainullah, Muassasah ‘Ulum al-Quran-Maktabah al-‘Ulum wa al-Hukm,
Beirut-Madinah, cet. I. 1409.
3 Al-Haytsami, Majma’ az-Zawâ’id, v/188-189, Dar ar-Rayan li Turats-Dar al-Kitab al-‘Arabi, Kaero-Beirut. 1407.
4 Ibn Rajab al-Hanbali, Jâmi’ al-ulûm wa al-Hukm, I/264, Dar al-Ma’rifah, Beirut. cet I, 1408.
5 As-Suyuthi, Târîkh al-Khulafâ’, hlm. 8, Dar al-Fikr, Beirut. t.t.
6 Al-Haytsami, op. cit.
7
Lihat: Muhammad asy-Syuwaiki, ath-Tharîq ilâ Dawlah al-Khilâfah, Bait
al-Maqdis, 1411; Hafizh Abdurrahman, Khilafah Islam dalam Hadist
Mutawatir bi al-Ma’na, al-Azhar Press, Bogor. Cet. I. 2003-1424
0 komentar:
Posting Komentar