Di masa lalu, meski Yaman tidak sebesar Baghdad atau Cordoba, namun Yaman ternyata juga pernah punya sejumlah ilmuwan besar.
Yang pertama Ya’qūb ibn Isḥāq al-Kindī (Alkindus), yang dijuluki “guru-filosof-kedua-pasca-Aristoteles”. Beliau hidup dari 801 – 873 M. Meski lahir di Kufah Iraq, tetapi al-Kindi adalah keturunan bani Kindah yang berasal dari Yaman. Selain
filosof, dia juga ahli berbagai bahasa, juga dokter yang meneliti dosis
tepat khasiat obat (farmakologi) dan menggabungkannya dengan khasiat
terapi musik, bahkan juga berexperimen dengan cryptografi – bagian ilmu
matematika untuk menyandi dan mengungkap informasi yang tersandi. Al-Kindi pernah menjadi tokoh sentral di Baitul Hikmah di Baghdad, dan beberapa
khalifah Abbasiyah menunjuknya untuk menjadi guru privat anak-anak
Khalifah serta memimpin tim penerjemahan banyak naskah Yunani kuno ke
dalam bahasa Arab. Karena
naskah-naskah ini umumnya membahas filsafat, maka dalam perkembangannya,
tulisan-tulisan al-Kindi tentang filsafatlah yang paling banyak
dibicarakan orang.
Potret al-Kindi
Sebagian dari karya filsafat al-Kindi memang kontroversial dan menjadi sasaran kritik para ahli Ushuluddin. Misalnya al Kindi menganggap bahwa wahyu dan pengetahuan empiris adalah dua jalur yang sama-sama menuju Tuhan. Ini
bisa diartikan bahwa tanpa wahyupun orang bisa mendapatkan kebenaran
bagaimana cara beribadah dan cara hidup di dunia lainnya. Sayangnya, tidak banyak tulisan asli al-Kindi yang bertahan hingga zaman modern untuk direview. Sebagian yang ada hingga kini adalah komentar atas komentar tulisan al-Kindi. Bisa saja, komentar yang pertama sudah bias karena tidak memahami pendapat asli al-Kindi.
Ilmuwan
Italia zaman Rennaisance Geralomo Cardano (1501-1575) menyebut al-Kindi
sebagai salah satu dari 12 pemikir terbesar Zaman Pertengahan. Menurut
Ibn an-Nadim, al-Kindi menulis sedikitnya 260 buku, di antaranya 32
buku tentang geometri, 22 buku tentang kedokteran, 22 buku filsafat, 9
buku logika, 12 buku fisika. Meskipun
banyak bukunya telah hilang, sebagian terjemahan latinnya diselamatkan
Gerard of Cremona dan sebagian lain ditemukan di sebuah perpustakaan di
Turki.
Dari buku cryptografi al-Kindi
Harbi al-Himyari adalah ilmuwan Arab dari Yaman hidup antara abad 7 - 8 M. Dia adalah salah satu guru dari ahli kimia terbesar Jabir al Hayyan. Namun biografinya tidak banyak diketahui.
Abū Muḥammad al-Ḥasan ibn Aḥmad ibn Ya‘qūb al-Hamdānī (sekitar 893-945 M) adalah muslim Arab yang ahli geografi, pujangga, ahli bahasa, sejarahwan dan astronom. Dia berasal dari suku Hamdan, di barat 'Amran Yaman. Dia adalah salah satu wakil kebudayaan Islam pada masa-masa akhir Khilafah Abbasiyah.
Sayang data biografi al-Hamdānī sangat sulit diketahui, meskipun karya ilmiahnya tersebar luas. Dia
sangat dikenal reputasinya sebagai grammarian (ahli bahasa), tetapi
juga menulis banyak puisi, mengkompilasi tabel astronomi, dan
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mempelajari sejarah dan
geografi kuno Arabia.
Ayahnya adalah pengelana dan sering harus ke kota-kota Kufah, Baghdad, Basra, Oman dan Mesir. Pada usia 7 tahun, dia telah mulai bercakap tentang pengelanaan. Dia lalu pergi ke Makkah dan tinggal dan belajar di sana lebih dari enam tahun. Belakangan dia balik ke San’a dan berkarya di Himyar. Namun sikapnya yang kritis terhadap politik membuatnya dipenjara hingga dua tahun. Setelah dilepas dia kembali ke Rayda, dan dalam perlindungan sukunya, dia berkarya di sana sampai wafat hingga 945 M.
Karya
al-Hamdani tentang Geografi Jazirah Arab (Sifat Jazirat ul-Arab) adalah
karya yang sangat penting di bidang ini, bahkan hingga seribu tahun
kemudian (!) sebagaimana diakui oleh A. Sprenger dalam bukunya “Post-
und Reiserouten des Orients” (Leipzig, 1864) dan dalam “Alte Geographie Arabiens” (Bern, 1875). Karya besar al-Hamdānī yang lain adalah “Iklil” (Mahkota) yang membahas genealogi (silsilah) para Himyarit, peperangan di antara mereka dan para rajanya, dalam 10 jilid. Jilid
8 tentang kota-kota dan istana di Arab Selatan telah diedit dan
dikomentari oleh Müller dalam buku “Die Burgen und Schlösser
Sudarabiens” (Vienna, 1879-1881).
oleh : Prof. DR. Fahmi Amhar
0 komentar:
Posting Komentar